Selasa, 24 Januari 2012

Bayangan Kolonialisme

Oleh Longginus Pekey*)  
MENURUT Andre Gunder Frank, pendukung teori kolonialisme, hukum kolonial biasanya menguntungkan negara yang koloni dengan mengembangkan infrastruktur ekonomi dan politik yang dibutuhkan bagi modernisasi dan demokrasi.
Bertentangan dengan pendapat di atas, Frantz Fanon peneori ketergantungan, mengemukakan, kolonialisme sebenarnya megarah pada pemindahan kekayaan dari daerah yang koloni ke daerah kolonis yang kesuksesan pengembangan ekonomi. Pendapat Fanon diperkuat  oleh para pengkritik post-kolonialisme yang mengatakan bahwa kolonialisme sangat merusak politik, psikologi, dan moral negara/daerah koloni.

J. Horge Klor de Alva, membenarkan: dalam praktek kolonialisme ”di banyak tempat, penduduk aslinya, boleh dikatakan hampir-hampir lenyap  setelah kontak, disapu secara fisis oleh penyakit dan perlakuan kejam, dan secara genetik dan sosial, oleh perkawinan campuran. Akhirnya, secara kultural oleh praktik-praktik religius dan politis, sebagaimana telah dialami penduduk hitam di benua Afrika,  Indian di Amerika, Aborigin di Australia, Jawa di Nusantara dan Papua di masa Belanda dan Indonesia saat ini.

Pertentangan pendapat di atas itu mau menjelaskan kepada kita mengenai sisi positif dan negatifnya atau baik buruknya kolonialisme. Hal ini perlu kita lihat dari realitas, dari pengalaman sejarah kolonialisme di dunia. Ada orang yang dieksploitasi, dipenjara, dibunuh atau dianiaya.

Penduduk pribumi yang terhegemoni mewarisi budaya, karakter kolonial  karena tidak terhindarkannya asimilasi dan akulturasi. Pendidikan, agama dan, birokrasi menjadi pintu masuk hegemonisasi yang akhirnya merusak karakter dan budaya pribumi, yang dianggap primitif, jorok, kotor oleh “kolonialis.”
Dalam hal ini, mental dan karakter kekerasan yang dulu hanya terjadi di pusat kekuasaan, tak terasa, berpindah dan mengakar di daerah-daerah koloni. Hannah Arendt,  filsuf politik, menyebutnya banalitas kekerasan.

Dengan cara pandang itu, kita amati, kekerasan struktural, seperti pelayanan publik yang pincang, keputusan dan pelaksanaan undang-undang yang sepihak dan tidak kontekstual. Gelar operasi militer (DOM), pelanggaran hak asasi manusia, menjalarnya suap-menyuap dan korupsi elite penguasa di pusat yang menular ke daerah.

Hingga saat ini, penerapan Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sejak 2002 belum signifikan menyelesiakan masalah sosial. Sebagian besar pribumi Papua masih didera kemiskinan.

Rumah-rumah sakit masih langka di daerah permukiman penduduk pribumi, terutama pelosok dan pedalaman. Kalau ada pusat-pusat kesehatan, hampir bisa dipastikan tenaga medis, obat-obatan, dan fasilitas pengobatan sangat minim. Jumlah orang sakit yang tak tertangani cenderung tidak menurun, begitu pula tingkat kematian.
Di daerah-daerah pedalaman, sekolah-sekolah belum menyebar rata. Di satu kabupaten, misalnya, hanya tersedia satu sampai dua SMP dan satu SMA. Itu pun, dengan guru dan fasilitas belajar sangat terbatas. Belum lagi, keberadaan guru di tempat karena bepergian ke kota. Di sekolah yang baik dan lengkap di kota, siswa pribumi kadang sedikit. Mereka banyak mengisi sekolah-sekolah pinggiran yang berkekurangan.

Dalam situasi begini, arus migrasi ke Papua melaju deras. Semua peluang hidup seperti diserobot. Tak terasa, peluang kerja setempat banyak terebut penduduk migran dari luar Papua. Penduduk pribumi dianggap malas, tidak kreatif, tidak ulet.

Hasilnya, tampak jelas saat ini, terutama di kota-kota, warga Papua semakin minoritas.  Pusat perbelanjaan, bisnis dan perhotelan  kian menjamur. Warga asli Papua hanya menjadi konsumen dan penonton. Mama-mama penjual masih bernasib seperti sebelumnya: tertimpa panas dan hujan. Mereka dapat berjualan hanya di teras pasar  atau di emperan toko. Kenyataan yang menjungkirbalikkan pasal-pasal Undang-Undang No. 21.

Tidak cuma peluang kerja di dinas dan instansi pemerintah yang lepas dari tangan para putra-putri Papua, tapi juga swasta. Papua tak ubahnya sebuah daerah koloni. Sumber : http: suara perempuan papua.org

*) guru sejarah, SMA Adhi Luhur, Nabire




Read more »

Rabu, 04 Januari 2012

Guovadis Pendidikan dan Pembebasan Papua


Oleh:Longginus Pekei*

Selama ini, masalah Papua sulit diselesaikan. Bagaimana tidak, ini sebagai cermin, persoalannya ada dipihak negara Indonesia. Artinya masalah Papua tidak dapat terselesaikan karena, ada masalah dipihak Indonesia, misalnya seperti: pertama; Indonesia negara demokrasi yang masi cacat. Mengembangkan demokrasi   yang tidak sesuai dengan anak adat bangsa Papua. Dampaknya perpecahan horisontal antara anak adat semakin terjadi. Kedua;Indonesia memiliki ribuan penduduk dengan kehidupan melarat dan miskin ( Jakarta, Yogyakarta, Surabaya,  Solo, Semarang, Sumatra, Sumatra, Ambon dll). sehingga papua menjadi tempat sasaran transmigrasi dan emigrasi untuk mengambil tanah dan kekayaan orang Papua. Saat ini sangat terasa.Ketiga; Indonesia Negar hukum oligarkhi yang cacat hukum. Hukum milik penguasa, dan pemilik modal. Orang papua dan pelanggaran HAM Papua tidak melalui hukum sipil melainkan hukum militer yang melindungai dan meringankan para pelaku HAM, Keempat; Indonesia negara yang sara agama: Isalam sedang mendominasi

      Dampaknya terasa hingga ke Papua sebagai salah satu wilayah koloni dari Indonesia yang memberikan sumbangan terbesar bagi penyelesaian masalah kepadatan penduduk dan kemiskinan, misalnya melalui program transmigrasi untuk membuka dan membangun daerah koloni/jajahan. Apapun alasannya; seperti mendidik; membangun; memperbaiki taraf  hidup penduduk asli, tetapi tetap sebagai koloni yang layak bagi Indonesia dijadikan tempat memperbaiki nafka untuk mengatasi masalah sosial ekonomi yaitu kemelaratan dan kemiskinan.

      Orang Papua menuntut HAK Kemerdekaan: Dasar Hak/HAM; Dasar Sejarah; Dasar Identitas budaya. Politik kolonial diperhalus melalui otonimi daeah berkat perjuangan golongan humanis dengan ide perbaikan hidup orang Papua. Tetap saja kondisi kolonis/pendatang mendominasi bersama kelas kelompok elitis kompador penguasa dan pengusaha menguasai politik dan ekonomi di Papua.

      Orang Papua terdidik dalam sistem Pendidikan, Politik pemerintahan yang tidak kritis dan tidak berpihak kepada rakyat Papua. Hasil yang Tampak setelah Bersama Indonesia, pertama; Banyak orang pintar, tetapi kurang kritis dan kurang cerdas memikirkan revolisi, keselamatan dan kejayaan bangsa Papua. kedua; Orang papua yang bisa dibeli dengan harta. Dampak dari beredarnya banyak uang pada masa  Otsus. Tercipta mental uang. ketiga; Semakin terbagangun budaya orang miskin/kebergantngan. keempat; Memikirkan diri sendiri. Kurang memperhitungkan masa depan generasi bangsa. kelima; Berfoya-foya menghabiskan banyak uang dengan acar-acara seremonial besar-besaran. keenam; Orang Papua kehilangan musuh yang harus dilawan bersama. ketujuh;Orang Papua sendiri semakin menjadi penjajah bagi orang Papua. kedelapan;Orang Papua yang kritis dan cerdas dianggap musuh


Dampak dari itu sema, di Papua  ada golongan sebagai berikut:
pertama; Orang Papua yang Ingin Hidup dalam Negara NKRI; memperbaiki nasib perutnya sendiri dan nasip rakyat Papua; jadi kaki tangan Indonesia dengan bayaran uang dan bukan karena kesadaran yang mendasar...mereka rata-rata; para pejabat  yang mementingkan diri dan jabatan, intel dan pembunuh orang Papua yang kritis. kedua; Orang Papua yang tidak memiliki sikap. ketiga; Orang Papua yang berjuang untuk lepas dari NKRI; karena sakit hati dan kecewa; karena sadar akan dasar-dasar kemerdekaan.


Membangun Visi dan Misi Bangsa

Sekarang juga sadarkan diri kita akannya penderitaan bangsa Papua. Membangkitakan gerakan/tergerak dari dalam diri (hati, pikiran dan perasaan). Merubah pola pikir atau paradigma berpikir/mindset dan bergerak cepat secara perorangan dan kelompok. Bepikir mandiri, tidak begantung pada pemeintah. Melakkan kegiatan, untuk membangun solidaritas demi terwujdnya
pertema; Revolusi:  perubahan kehidupan social budaya kearah yang lebih baik. kemerdekaan total , bebas dari kolonialisme, neo kolonialisme dan imperialisme. Dengan kata lain bebas dari bentuk penjajahan Belnda, Indonesia atau penjajahan mana pun, termasuk penjajahan ekonomi oleh perusahan-perusahan asing trans nasional. Suatu masyarakat yang bebas dari penjajhan manusia oleh manusia (a exploracao do homem pelo homem). Untuk itu sistem kekuasaan yang hendak di tegkan adalah “kekuasaan rakyat” bukan kekuasaan raja, kepala suku, kekuasan tuan tanah, atau bukan kekuasaan para pemilik perusahan-perusahan besar baik dalam negeri maupun asing.
kedua; Keselamatan: Bangsa Papua semakin hari semakin sedikit, menuju ke punahan. Terjadi karena pembunuhan secara sistematis maupun melalui kekerasan fisik. Dilakukan oleh kolonialis, neokolonialis dan imperialis untuk merebut daerah-daerah subur dan mineral milik bangsa Papua. Untuk keselamatan bangsa Papua harus melawan para pembunuh dan pemusnah ras bangsa Papua. Berani melawan bangsa Papua yang menjadi antek kolonialisme, neokolonialisme dan imperialisme.
ketiga; Kejayaan: Bangsa Papua memilki manusia yang cerdas dan pintar inofasi dan kreatif dalam segalah bidang kehidupan. Mengakat bangsa Papua kerana internasional. Semua pemikiran di atas itu dicurahkan untuk membangun bangsa dan mengabdi pada bangsa Papua terlepas dari ikatan-ikatan atau pemikiran kolonialis, neo kolonialis dan imperialis.

Misi yang kita kerjakan adalah:
·    Orang Papua menguasai Dunia.
·    Bank Orang Papua yang ke luar dari sistem Indonesia.
·    Orang Papua Menguasai Ekonomi di Tingkat Internasional.
·    Orang Papua Menguasai Ekonomi Di Tanah Papua.
·        Orang Papua Menguasai Pemerintah dan Parlemen di Papua ataupun di luar Papua
·    Mendukung Komunitas Intelektual Papua ke rana Internasional
·    Mendukung Budaya Papua ke rana Internasional


Pendidikan berkarakter adalah satu-satunya jalan untk mencapai visi dan misi di atas. Pendidikan yang melatih siswa berperilaku tegas, disiplin, loyalitas, berdaya jang tinggi, bertindak radikal,  berpihak para rakyat menderita,
pertama; Diri sendiri : setia dan konsisten terus membaca, melihat media informasi, baca situasi hidup social ekonomi, politik dan  mengambil peran dalam revolusi, Keselamatan dan Kejayaan  sesui skill dari kuliah atau kursus. (iman tanpa perbuatan mati).
kedua; Kelompok: Setia dan konsisten dalam kelompok membangun diskusi` bersama atau membangun forum diskusi dalam memandang perkembangan ilmu pengetahuan, mencari jalan untuk mendukung visi di atas. Tidak cukup hanya diskusi harus membangun gerakan bersama untuk memperjuangkan visi di atas. Gerakan dapat dilakukan sesuai bidang dan keahlian kita masing-masing.

Penulis, Ketua Lembaga Pendidikan Papua [LPP],  Tulisan ini  dibahwakan pada saat Natal, Seminar, dan Tahun Baru Mahasiswa IPMAPANADODE se-Jawa dan Bali di Jogjakarta tahun 2011.

Read more »

Selasa, 03 Januari 2012

Persatuan Warga Papua D.I.Y Mengelar Natal Bersama


Yogyakarta-  Mahasiswa  dan Warga asal Papua yang berdomisili di daerah Istimewa Yogyakarta telah mengelar  natal bersama di Auditorium UKDW [Universitas Kristen Duta Wacana] dan acara tersebut dihadiri oleh mahasiswa dan masyarakat Papua yang berdomisili di daerah Istimewa Yogyakarta yang dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 2012,  berlansung dari pukul 18.00 WIB hingga selesai.
Read more »