Kamis, 22 Desember 2011

Papua Butuh Pendidikan Berbasis Membebaskan


Menurut Paulo Freire Ahli Pendidikan dari Amerika Latin, Pendidikan merupakan sebagai basis pembebasan dari ketertinggalan, kebodohan, dan keterbelakangan. Pendidikan pada prinsipnya adalah membebaskan manusia dari keterasingannya, membuat orang menjadi kritis menghadapi persoalan hidup. Oleh karena itu, kita harus memahami  makna pendidikan tersebut dengan baik, ungkap Dorce Pekei dalam membuka diskusi yang dilaksanakan di Asrama Kamasan I  Papua Pada tanggal 31 Maret 2011, ketika di undang oleh Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] cabang Yogyakarta.

Kalau pendidikan dimaknai sebagai basis pembebasan maka, sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia dan lebih khusus di Papua, oleh Pemerintah sebelumnya harus mengetahui karakter orang yang berada disuatu daerah. Mengapa demikiaan? Karena kita orang Papua tidak butuh namanya banyak teori tetapi, langsung paraktek, kata Nius dalam diskusi tersebut, lanjutnya harus pemerintah membuat kurikulum berbasis loka1 sesuai dengan apa yang yang dibutuhkan oleh masyakat Papua, jangan terapkan pendidikan istilah transfers atau pendidikan Gaya Bank, sistem pendidikan harus di atur dengan baik, tegasnya.

Dilanjutkan  Melkianus  bahwa kita me1ihat Orang tua kita dulu namanya teori itu sedikit tetapi  mereka langsung pada peraktek, cukup kristis juga lanjutnya pendidikan itu ada dalam keluarga maka tanggung jawab orang  tua sebelum anak  melangkah kedunia pendidikan lebih lanjut. Untuk memperkuat a1asan tersebut maka, Melkianus membuat contoh,  bahwa kalau orang dulu mengajarkan anak cara buat pagar itu langsung mereka ajak dan nonton membuat pagar  lalu anaknya lansung peraktekan, itulah pendidikan Orang Papua.

Agar pendidikan untuk betul-betul menuju ke basis pembebasan maka kita harus melawan sistem pendidikan yang ada pada saat ini. Untuk melawan sistem pendidikan ini maka kita harus menjadikan semua tempat untuk belajar entah itu, darat, laut dan udara. Menurut Isak jangan kita focus pada  pendidikan Formal saja tetapi kita harus belajar pendidikan informal juga untuk mengasa keterampilan kita sambil melihat arah pendidikan dan tujuan pendidikan. Sehingga kita dapat menguasai bidang-bidang yang sedang di kuasai oleh orang Non- Papua di Papua. Tegasnya.

Melihat konteks Negara Republik Indonesia [NKRI], lebih khususnya pulau Papua yang berada di ufuk Timur Nusantara. Mengapa pendidikan tidak menuju pada basis pembebasan suatu bangsa yang terjajah oleh Negara kolonialis? Karena sejak orde baru pendidikan formal tidak diperhatikan dengan baik, lalu mahasiswa difokuskan di bidang akademi agar tidak memprotes pemerintah Oleh Suharto dengan otoritasnya. Dampaknya pendidikan formalnya menjadi terbelakang khusus untuk papua.

Menurut Andreas Pigai bahwa Indonesia tidak bias  menerapkan sistem pendidikan di Indonesia karena mereka banyak mengadopsi teori-teori luar secara mentah, padahal tidak sesuai kondisi rill di Indonesia. Disini bukan berarti mengatakan teori luar itu tidak baik tetapi harus di telaah baik-baik lalu diterapkan.

Kita mendapatkan pendidikan jangan dibangku kuliah saja  lalu tinggalkan tetapi setidaknya kita dapat menerapkan apa yang kita miliki hal inilah yang kadang menjadi kendala untuk mahasiswa Papua. Ungkap Tedius, lanjutnya bahwa kita harus bisa cepat menyesuaikan diri dengan mereka yang lain, sifat kita kadang  tertutup diri  jadi, karena mengalami penyesuaian pertama agak sukar. Dan pengajaran dari guru yang kurang baik, karena ujung-ujunnya duit [uang], secara jelas pendidikan tidak termaknai sesuai dengan kita harapkan.

Setelah melihat beberapa hal diatas maka untuk menuju pendidikan yang berbasis pembebasan dalam hidup, maka ada beberapa solusi yang ditawarkan oleh peserta diskusi yang hadir,kita harus melawan sistem pendidikan dengan berbagai cara sekuat tenaga walaupun tak berdaya, karena harga diri kita lebih dari mereka [Orang Indonesia],  Kata Nius dan dilanjutkan oleh Yakobus sebagai ketua AMP cabang Jogjajakarta  bahwa kita harus membuat perda yang  tentang tenaga pengajar dan pendidikan yang jelas oleh pemerintah daerah.  Selain itu kita harus berdiri mandiri dengan mengelolah dana yang diberikan oleh pemerintah untuk menyusun strategi agar pembebasan dalam pendidikan itu terjadi.

Kesimpulan dari hasil diskusi bahwa kita sebagai mahasiswa Papua [ pulau cendrawasih yang berada diufuk timur ini, dituntut  memaknai pendidikan dengan baik, agar dengan itu maka kita bisa bebas dari segala ketertinggalan di dunia pendidikan untuk menuju pembebasan sebagai sebuah bangsa yang bebas. Jadi, pendidikan = belajar [ belajar di sekolah sebagai wadah agar menjadi cerdas dan menerima Ijasah setelah  pendidikan tersebut seselai di jenjang pendidikan tertentu, secara formalitas tetapi tujuan utama pendidikan adalah  untuk hidup. Diskusi  Iyoo/ Ihoo  bersama AMP [Aliansi Mahasiswa Papua.]  Agustinus Dogomo
Read more »

Jual Beli - Ijazah Membunuh Karakter SDM Papua

Fenomena jual-beli ijazah di tanah Papua sebenarnya sudah di atur dalam undang – undang  pasal 68 ayat (1)  dengan ketentuan hukuman dan denda, misalnya setiap orang yang membeli ijazah, gelar akademik dari suatu pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan di pidana penjara paling lama lima tahun  dan atau pidana denda paling banyak lima ratus juta.  Banyak orang  terbukti menggunakan “jual-beli ijazah di biarkan saja” belum ada tindakan apapun dari pihak yudikatif maupun  dari badan eksekutif setempat. Donatus Mote,  ditambahkan juga bahwa “pihak keamanan tidak menangani masalah jual-beli ijazah” yang sekarang bertumbuh di tanah papua. Fenomena jual-beli ijazah SD-SMA maupun beli ijazah gelar akademik persoalan yang sangat rumit sekali karena ada sebagian ijazah yang jual kepada siswa., murni dari kepala sekolah itu sendiri, langsung bekerja sama dengan dinas pendidikan dan pengajaran. Seharusnya, lembaga-lembaga sekolah yang melakukan oknum tertentu yang dilakukan seperti kepala sekolah maupun staf guru yang jual ijazah perlu ada tindakan dan penanganan langsung dari pihak keamanan  sesuai dengan undang-undang  yang ada.

Pada saat ini Papua dalam kondisi kehancuran , dan pemekaran yang sangat meningkat tanpa melihat syarat-syarat apapun , sementara  “sumber daya  manusia (SDM) belum siap tapi berikan pemekaran” disini mempersiapkan sumber daya manusia untuk kedepan “ pendidikan itu lebih penting daripada ijazah” janganlah menganggap ijazah ini salah satu jalan keluar untuk  menembus kesuksesan, ijazah merupakan sebuah lembar kertas yang memenuhi standar kelulusan. Sebuah simbolitas  yang penjaga rumah, yang akan di bawa kemana-mana adalah pengetahuan yang anda miliki sejak bangku SD-SMA Serta perguruan tinggi atau di salah satu Universitas.

Melihat persoalan pendidikan yang sangat merugikan persiapan sumber daya manusia (SDM) pada saat sekarang dan   kedepan, yaitu fenomena “jual membeli ijazah untuk peluang masuk PNS di kabupaten pemekaran”  akan tetapi dalam kinerja pemerintahan belum tentu bekerja  dengan baik. Karena  jual-beli ijazah tanpa proses pendidikan yang baik. Adapun juga dengan, orang yang mempunyai harta kekayaan yang besar, di korupsi dari uang rakyat dan uang pembangunan  sehingga mudah untuk membeli ijazah.  Agus  Dogomo  lanjutnya “ ada uang ada barang, ada uang ada ijazah dan gelar akademik” artinya orang yang memiliki uang banyak pasti ia akan membeli ijazah dengan sangat mudah.

Perkembangan pendidikan Papua sangatlah proses yang panjang sekali dari sejak zaman Belanda sampai kini. Saa ini ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat pesat sehingga mudah sekali untuk mengakses pendidikan dari Sekolah Dasar (SD)-Perguruan Tinggi (PT), namun kita belum rasakan pendidikan  saat ini “Zaman dahulu sampai kelas tiga bisa jadi guru, di banding dengan sekarang “  artinya bahwa  dulu “Fasilitas pendidikan belum mengenal” tetapi mereka bisa jadi guru, menerapkan sistem pendidikan yang sebenarnya, baik dari segi  penilaian afektif, psikomotor, dll. Yosina Degei

Contohnya Situasi Ujian Nasional Negara Indonesia di masa kini masalah yang sanngat besar di  mata siswa dari SD-SMA yang berada di bangku sekolah saat ini. Ujian Nasional merupakan uji coba pengetahuan yang di pelajari selama tiga tahun bahkan enam tahun pada tingkat Sekolah Dasar. Namun ada oknum tertentu yang membocor jawaban ujian nasional untuk menempuh standar kelulusan, tetapi hal tersebut ini membunuh karakter generasi anak papua melalui bocaran jawaban UN. Alfridus Dumupa. Lanjut Sebenarnya, soal ujian nasional yang akan di kirim dari pusat Jakarta bukan soal susah di  kerjakan, akan tetapi siswa sendiri kurang belajar maka merasa susah kerjakan soal UN. Bila perlu, “ orang bersekolah itu bukan mencari ijazah tapi pengetahuan yang paling penting” ungkap Alfridus. Tambahannya menjadi anehnya ”orang yang benar-benar selesai dari Universitas tapi dunia kerja belum melakukan sesuai dengan apa yang diterima dari kampus” mungkin belum ada persiapan dan planning untuk kedepan juga ada persiapan tapi salah penempatan dalam birokrasi.

Saat ini di tanah Papua berbondong-bondong membeli ijazah tanpa melihat kemampuan pendidikan dasar maupn pelayanan administrasi terhadap masyarakat. Persoalan konkret yang saat ini terjadi di tanah Papua, membeli ijazah Strata dua atau S-2 tanpa sekolah. Problema ini terjadi di kalangan pejabat elit lokal di Papua, kami sangat bingggung tahun sebelumnya S-1 tapi tahun ini menjadi S-2, kami sangat heran sekolah berapa tahun kuliah di  kampus mana, di kampus ketemu dengan mahasiswa regular, Jawabannya tidak.Dalam hal ini “jual-beli ijazah salah satu politik halus yang di lakukan oleh pemerintah”  ini sifat pemerintah yang di lakukan terhadap jual-beli ijazah tersebut. Kami sangat mengharapkan juga  bahwa belian ijazah SMA dan Gelar S-1 Pelu  “ pemerintah harus melihat orang yang beli ijazah“ karena ini sangat bahaya ketika orang tersebut menempatkan di bidang Guru, Pengetahuan apa yang di ajar kepada anak. Oknum tertentu yang menjual ijazah tersebut langsung di verifikasi, ini hal yang tidak wajar di lakukan oleh Kepala Sekolah maupun pihak-pihak luar. Moses menambahkan lagi “ jangankan ladang bisnis” bagi orang yang melakukan oknum jual-beli ijazah tersebut. Moses Tebai Mahasiswa Universitas Teknologi Yogyakarta [UTY]

Diantara banyak masalah, ada satu masalah jual-beli ijazah yang sangat bertumbuh dan berkembang di tanah Papua. Di sini pihak keamanan atau kepolisian punya fungsi dan tugas yang besar  bahwa  menjaga keamanan, ketertiban, menjaga dan mengamankan. Adapun juga menjaga dan mengawasi apa yang menjadi masalah jual-beli ijazah. Masalah ini seharusnya di tangani oleh dinas terkait dengan pihak kemanan tetapi saat ini “ kurang ada ketegasan” dan belum ada tindakan.  Beli ijazah sangatlah mudah dan peluang untuk menjadi PNS di kabupaten pemekaran baru. Dengan tujan “ mencari jabatan untuk kedepan” kata Damianus. Orang-orang yang sudah masuk dalam jabatan tapi mereka haus dengan ijazah gelar akademik, dengan tujuan merebut kekuasaan tanpa rasa puas dengan jabatan sebelumnya. Damianus Goo

Memilki ilmu pengetahuan harus lepas dari banyak tantangan dan persoalan. Kami tidak merasa sekli bahwa pendidikan yang sebenar itu apa. Yamg memiliki pengetahuan “ harus lepas dari ketindasan” untuk bebas dari kebodohan dan ketidakmerataan pendidikan. Kami sendiri sudah tahu bahwa SMP dan SMA membeli ijazah tanpa mengukur pengetahuan yang di milikinya. Begitu juga,  dengan orang yangt membeli ijazah gelar akademik “ mampu kerja di lapangan atau tidak,” kata Bendi. Kalau ingin membangun suatu  daerah haruslah persiapan kapasiatas seseorang, sebelum terjun ke dunia kerja. “persiapan mutu dan modal “ sehingga kemampuan dalam semua bidang atau punya pengalamn sejak studi disebuah Universitas. Setidaknya harus tahu satu bidang studi supaya sesuai dengan apa yang kita miliki bisa implementasikan kepada  masyarakat dimana kita bekerja. Pungkas  Bendiktus Degei Mahasiswa Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa Jogjakarta.

Masalah yang sangat aneh sekali dengan jual-beli ijazah tak pernah terbatas. Tiap tahun siswa yang tak lulus ujian merasa menyesal dan hampir bunuh bunuh diri bahkan gantung diri. Akan tetapi khususnya orang yang punya harta mudah dengan beli ijazah, karena sifat orang ada uang ada barang, ada uang ada ijazah dan gelar akademik. Tetapi dibalik itu “jual-beli ijazah membunuh karakter diri sendiri” karena ijazah yang akan di beli belum tentu seimbang denngan kapasitas pengetahuan sendiri. Kita menimbah ilmu di sekolah atau perguruan tinggi dengan benar-benar maka memperkayakan kita dalam pendidikan dan membebaskan dari kebodohan. Menurut Freire mengatakan bahwa pendidikan merupakan basis pembebasan. Belajar itu, tanpa batas di mana kita pergi, di situlah tempat belajar. Pendidikan membebaskan dari buta huruf, belajar bukan untuk siswa dan mahasiswa saja, melainkan orang tua melalui pelatihan-pelatihan tertentu.  Dorce mengatakan bahwa “ pendidikan itu membebaskan” artinya kita memperoleh pendidikan tanpa pandang tua, mudah, dewasa tak ada masalah. Setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan. Dorce Pekei

Ujian Nasional selalu di laksanakan tiap tahun tanpa ada perubahan. Yang selalu perubahan adalah sistemnya. Dekat UN para siswa sekolah dengan takut-takut. Ujian Nasional menakutkan siswa, sehingga ada mencari bocoran untuk menempuh standar nilai ujian nasional. Ada sekolah lain yang “ membocorkan soal dan jawaban UN, dari orang Papua sendiri juga orang pendatang,“ seharusnya dilarang untuk bocor sesuai dengan undang-undang pendidikan nasional.  Tetapi problema tersebut tak pernah terbatas. Karena oknum tertentu yang mencari ladang bisnis dan juga salah satu membunuh karakter siswa di Papua. Sekolah lain,”guru sendiri sebagai siswa untuk mengerjakan soal Ujian Nasional.” Yermias Dogomo:

Dengan adanya fenomena jual-beli ijazah ini Yermias Dogomo dengan Donatus Mote menemukan satu pertanyaan yang sangat menarik bahwa, mengapa fenomena jual-beli ijazah di tanah Papua sudah tahu bagi pihak keamanan dan pemerintah tetapi tak ada pernah penanganan secara langsung? Mengapa di balik itu? Di atas ini persoalan yang tak pernah terbatas karena masa kini semua akivitas maupun problema  sosial yang terjadi di kalangan publik semuanya finansial atau uang yang mengatasi semua masalah. Secara jelas-jelas bahwa pembunuhan karakter pelajar maupun mahasiswa di Papua. Ada orang tertentu yang beli ijazah dengan kepentingan mengejar “jababatan dan kekayaan” sehingga orang mudah membeli ijazah.


Akibat Dari Jual- Beli  Ijazah

Adanya jual-beli ijazah tentu ada akibatnya, orang yang beli ijazah sangat mudah tetapi di balik itu “membunuh karakter secara tak langsung” dari oknum tertentu yang  menjual ijazah itu. Ijazah memang penting sebagai tanda pengakuan, bahwa seseorang telah selesai dari suatu program pendidkan tertentu.hanya saja ada pemahaman yang agak keliru, dengan pendidikan yang tak seimbang dengan ijazah. Hal ini jelas “kualitas pendidkan sangat menurun.” Ketika seorang pembeli ijazah tersebut masuk dalam dunia kerja pasti ada keraguan dalam dunia kerja sehingga penyebabnya “merugikan masyarakat dalam hal pelayanan administrasi,”katanya.

Solusi

Pembunuhan karakter dengan jual-beli ijazah adalah sebuah fenomena yang semakin hari semakin subur di Papua. Jual beli ijazah lebih banyak terjadi di wilayah pemekaran Papua. Perlu ada pengawasan langsung dari “pihak keamanan dan pemerintah harus mengontrol fenomena jual-beli ijazah” atau orang yang akan mengetahui jual-beli ijazah lanngsung dibawah ke proses hukum, misalnya sisdiknas Bab XX sudah diatur bahwa pasal 68 ayat (2) mengatakan, “setiap orang yang menggunakan ijazah,sertfikat kompetensi, gelar akademik, profesi atau vokasi yang diperoleh dari suatu pendidikan tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak lima ratus juta rupiah.”
Beli ijazah tanpa melalui proses pendidikan yang baik satu bentuk kejahatan manusia. Oleh karena itu, pihak “Badan Kepegawaian Daerah harus meneliti ijazah CPNS”, kalau ada yang memakai “ijazah palsu harus diverifikasi langsung” harus  netral dan jangan sukisme, margaisme dan keluargaisme. Pihak BKD perlu ada pendataan khusus dan menulis “nomor ijazah harus di datakan dengan baik” pada tiap tahun sehingga ada yang menngetahui langsung di out-kan tanpa hormati apapun.
 
Perlunya ada upaya lain yang pemerintah dinas terkait harus melakukan kontrol. Kontrol atas lembaga-lembaga pendidikan atau oknum yang sering melakukan penjualan ijazah. Untuk tingkat pendidikan SMP-SMA dinas terkait selalu harus memastikan dengan benar jumlah siswa setiap tahun. Kadang-kadang setiap sekolah tentu mengajukan blangko ijazah lebih dengan nama siswa yang fiktif. 
 
Kesimpulan

Kita semua tahu bahwa pendidikan, sekolah dan ijazah tak bisa terpisahkan. Kita sekolah berarti mendapatkan pengetahuan dan ijazah tanpa sekolah pasti tak dapat pengetahuan dan ijazah. Melalui pendidikan kita menjadi memperkaya kasana berfikir dan membebaskan dari ketidaktahuan. Ijazah memang tanda pengakuan, bahwa seseorang telah selesai salah satu program pendidikan, tetapi saat ini sebagian orang menganggap pendidikan dan sekolah adalah kesiksaan hidup sehingga banyak orang yang beli ijazah secara instan saja bersenang-senang untuk membeli ijazah untuk menngejar pemekaran kabupaten baru di Papua. Jadi, orang yang benar-benar sekolah dan kuliah pada saat kesempatan harus ada persiapan dari sebelum jauh “ perlu ada planing kedepan” bahan yang akan dibawah disana memahami dengan betul-betul.   Selpianus Adii

Hasil diskusi Iyoo/Ihoo. Sumber: Majalah Selangkah, edisi 14 tahun 2010, Pendidikan, Sekolah (Perguruan tinggi), dan Ijazah Menyoal Fenomena Jual-Beli Ijasah di Tanah Papua, Oleh Yermias Degei dan Longinus Pekei.hal. 16
Read more »

Kebijakan Otsus Papua Benar Gagal di Implemtasikan

Ditinjau dari Aspek HAM Sebagai Amanat Otsus

Dapat mengukur dan mengatakan bahwa kebijakan  otsus gagal di implemntasikan  itu dilihat semua aspek. Tetapi   dalam tulisan ini, penulis mengukur dan melihat aspek HAM [Hak Asasi Manusia] yang katanya sudah menjadi amanat Otsus telah gagal diimplementasikan di Provinsi Papua.

Perlu di ketahui bahwa dalam Udang-Udang No. 21 Ketentuan Umum Point i. mengatakan  bahwa pemberlakuan kebijakan Otonomi Khusus dimaksud didasarkan pada nilai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar penduduk asli, Hak Asasi Manusia, supremasi hukum, demokrasi, pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga Negara. Sudah jalas mengatur dalam undang-undang Otonomi Khusus bahwa masalah Hak Asasi Manusia akan di lindungi karena itu sudah menjadi Amat Otonomi Khusus tetapi hal tersebut dinyatakan gagal karena pemerintah telah gagal untuk melindungi masyarakat Papua. Dan gagal dimplemntasikan amanat tersebut  karena aparat yang menjadi pengayom masyarakat saja menjadi pembunuh masyarakat sipil di tanah Papua. Sebagai bukti penulis akan paparkan di paragraph berikut ini adalah  kondisi  yang terjadi dilapangan setelah pemeberian Kebijakan Otonomi Khusus di Papua.

Sejak otonomi khusus digulirkan ditanah Papua telah  terjadi pelanggaran HAM, pada tanggal 10 November 2001 terjadi pembunuhan tokoh adat atau tokoh karismatik yaitu Dortheys Hiyo Eluay. Pembunuhan  ini dilakukan oleh Kopasusus sebagai pengayom masyarakat atau tugas sebagai menjaga tapal batas Negara  atau penjaga territorial. Koronologis pembunuhanya Theys diundang oleh Kopasus untuk menghadiri acara HUT  TNI di markas Kopasus dan pagi ditemukan tokoh karismatik telah tewas dan mengagetkan seluruh rakyat Papua [Sumbe: Buku Dr. Beny Giyai, Pembunuhan Theys  Hiyo Eluway,dan Maitnnya  Ham di Papua, tahun 2001]

Satelah pembunuhan tokoh karismatik di Papua ini maka terjadi banyak pula pelangaran HAM sebagai beriktu Wasior pada tahun 2003  yang menewaskan 4 orang warga sipil, Wamena 2005 yang mengorban 9 orang warga sipil, Kasus pembunuhan di Puncak Jaya 2009, kasus Obano yang menewaskan  5  orang warga sipil, kasus Nabire, Kasus Wagete menewaskan satu anak sekolah, Kasus Dogiyai tahun 2011 yang menewaskan 3 0rang warga sipil, dan pembunuhan kepada 3 masyarakat Papua pasca  kongres III Rakyat Papua  di Jayapura  serta kasus  Panembahkan Timika. Serta beberapa kasus pembunuhan secara diam-diam penulis belum ungkap.

Disusul dengan kasus pembunuhan Jendral  Kelly Kwalik pada tahun 2010 setelah dia diburuh oleh TNI dan Polri  dan gabungan Densus 88 selama ini. Dia dibunuh di Gorong-Gorong Timika, dengan timah panas yang katanya menjadi alat negara pelindung di masyarakat dan alat penjaga territorial. Kalau pemerintah Indonesia pernah bertanya, Mengapa Kellik berjuang? Jawaban Jendral Kelly Kwalik berjuang untuk menegahkan keadilan, kebenaran, di Indonesia dan Papua khususnya Rakyat Papua yang selama ini tidak diperhatikan kesejaterahan Ekoomi, Sosial Budaya dan pilitik yang telah di manipulasi oleh Negara ini.  Sangat disayangkan adalah dia dianggap teroris lalu dibunuh oleh pasukan yang disiapkan untuk membasmi teroris.

Setelah Jand. Kelly Kwalik Gugur berikutnya dikagetkan dengan peristiwa kematian Dr. Agus Alua S.Th, sebagai ketua MRP [Majelis Rakyat Papua], pada tahun 2011, dikantor kerjannya. Dia dibunuh dengan racun  pasca mengeluarkan SK 14 yang dalam isinya mengenai tuntutan atas  penegakan hak-hak dasar sebagai rakyat papua terutama kultur. Karena MRP dibentuk sebagai represntasi kultur budaya Papua. Setelah diajukan itu kepada pemerintah pusat dan Papua di tolak, karena bertentangan dengan kebijakan pusat, lalu jelang beberapa hari Bapak Agus meninggal di racun di Kantornya.

Itulah beberapa kasus yang terjadi setelah Papua digulirkan Kebijakan  Otonomi Khusus dengan tujuan untuk menjamin kesejaterahan masyarakat Papua. Hak asasi manusia [HAM] yang katanya menjadi amanat otsus untuk melindungi orang papua. Dengan melihat kasus yang terjadi tanah papua yang dilakukan oleh TNI  dan Polisi sebagai pengayom atau pelindung masyarakat dan Kasus-kasus tersebut di atas  tidak pernah diusut tuntas.  Karena merekalah yang melakukan dan merekala yang dapat menyelesaikan masalah. Padahal kita mengetahui bahwa Negara ini mengakui sebagai negara hukum, dan mengatakan bahwa semua makluk di depan hukum itu sama.

Dengan berbagai kasus yang terjadi setelah pemberian otsus ditanah Papua  dan terus terjadi hingga sekarang ini maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kebijakan otonomi khusus di Papua gagal di implemntasikan di tinjau [dilihat] dari HAM [Hak Asasi Manusia] sebagai amanat otsus yang telah di atur diketentuan umum point I tersebut.

Harapan dari tulisan ini mahasiswa sebagai agent  perubahan  atau tulang punggung bangsa Papua bisa menulis lebih dari penulis dengan data yang  Valid serta penulisan tajam dan jangan lupa meneliti dibidang lainnya. Agar dapat membongkar kebohongan Negara ini. Tetapi semuanya itu merupakan pilihan.  Agustinus Dogomo
Read more »

Rabu, 21 Desember 2011

GRPB Cetuskan Trikora Versi Papua di Alun-alun Yogyakarta

Pemuda dan Mahasiswa gelar aksi Trikora di Jogja (Foto: Ist)
Yogyakarta --- Pemuda dan mahasiswa Papua yang terergabung dalam Gerakan Rakyat Papua Bersatu (GRPB), Senin (19/12) kemarin, melakukan aksi memperingati 50 tahun aneksasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), di Alun-alun Utara Yogyakarta.

“Kami melihat melalui Trikora pembunuhan, pembantaian, dan penghilangan paksa orang asli Papua dimulai,” tegas salah satu orator dalam aksi tersebut.

Sekitar pukul 09.00 WIB massa aksi melakukan long march dari Asrama Papua, Kamasan I sambil memegang spanduk, dan beberapa poster, menuju titik nol Benteng Jogjakarta, pas pintu masuk jalan Trikora.

Dalam aksinya, GRPB menggugat deklarasi Trikora yang dilakukan secara sepihak oleh Ir. Sukarno, dkk di Alun-Alun Utara, Yogyakarta, pada tanggal 19 Desember 1961.

Adapun pernyataan sikap yang dibacakan kordinator lapangan, pertama, bubarkan penduduk kolonialisme NKRI di Papua Barat, kedua, kibarkan sang Bintang Kejora di seluruh Papua Barat Tanah Air Bangsa Papua, ketiga, bersiaplah untuk moblisasi umum, guna merebut kembali kemerdekaan bagi bangsa Papua Barat

GRPB juga menuntut agar pemerintah SBY-Budiono menarik militer organik maupun non-organik dari Papua, menuntaskan pelanggaran HAM yang terjadi sejak tanggal 19 Desember 1961 dan bertanggung jawab terhadap pembantaian yang sekarang sedang terjadi di Kabupaten Pania, Papua.

Secara tegas GRPB juga menolak program-program yang diberikan oleh pemerintah pusat diantaranya, Otonomi Khusus [Otsus], pemekaran, UB4P, karena semua itu tidak akan menjawab persoalan rakyat Papua. 

“Akar masalah di Papua adalah soal status politik, bukan makan dan minum (kesejahteraan),” tegas Otis Tipagau dari Forkompas, Semarang.

Menutup aksinya, GRPB menuntut pemerintah Indonesia untuk mengembalikan kedaulatan Bangsa Papua Barat atau melakukan referendum bagi bangi bangsa Papua Barat sebagai solusi demokratis menyelesaikan sengketa antar rakyat Papua Barat dan Pemerintah Indonesia.

Aksi dijaga secara ketat oleh aparat kepolisian, dan berkahir sekitar pukul 14.00 WIB. Kemudian massa aksi membubarkan diri dengan tenang.  Agus Dogomo
Sumber: http://thepapuan.blogspot.com/2011/12/
Read more »

Rabu, 14 Desember 2011

Pemerdekaan Insani Papua, Melalui Pendidikan Dasar Mungkinkah?



Oleh: Agustinus A. Dogomo*)

Menurut Paulo Freire (1976; 214)  mengatakan  pendidikan merupakan iktisar untuk mengembalikan fungsi pendidikan sebagai alat untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan, ketindasan yang di alami oleh masyarakat (suatu bangsa); baik dari soal ketindasn sampai ketertinggalan.

Pemerdekaan berarti bebas. Insani di dalam tulisan ini  maknai sebagai manusia. Insani Papua adalah manusia Papua yang benar-benar sudah ada sejak nenek moyang di tanah Papua.  Pendidikan dasar yaitu pendidikan minim yang di terima oleh setiap warga negara yang berada di suatu negara. Jadi, pendidikan dasar harus di selenggarakan dengan tujuan untuk membebaskan suatu bangsa atau masyarakat dari masalah kebodohan, ketertinggalan, dan penindasan.

 Mengapa penulis mengatakan demikian? Karena pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bisa membebaskan suatu bangsa dari pelbagai  masalah. Kagiatan untuk memanusiakan manusia lain yang di laksanakan di sekolah, bukan berarti belajar di sekolah saja tetapi dimana saja bisa. Sekolah adalah suatu wadah untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Mengapa pendidikan  Dasar  di Papua tidak  menjadi suatu alat untuk pemerdekaan Insani Papua,  Karena terjadi transferan pendidikan dari guru kepada anak-anak muridnya bukan memberikan kebebasan untuk belajar mandiri, kebijakan pusat yang selalu tidak pernah  mempertimbangkan keadaan yang terjadi di suatu daerah (khususnya Papua).  Lambatnya sosialisasi tentang kurikulum  dengan alas an  bahwa letak geografis Papua yang jauh kurang dana untuk sosialisasi. Kesejahteraan guru di Papua tidak  perhatikan sejalan dengan potensi  guru.  Kesejahteraan guru tidak  di tingkatkan di atas kesejataraan yang memadai. Kurang fasilitas  belajar di tingkat pendidikan dasar walaupun ini urutan paling terakhir. Ketidakpedulian pemerintah pusat maupun pemerintah daerah atas pendidikan dasar di Papua. Kepedulian ini terlihat pada kurangya pelayanan di bidang pendidikan.

Pendidikan Papua sekarang sudah rapuh oleh kebijakan yang di buat oleh pemerintah pusat. Mengapa kabijakan pendidikan pusat di salahkan karena pemerintah daerah tinggal copy pasti kebijakan dari pusat yang belum tentu sama dengan keadaan yang ada di Papua. Pendidikan dasar  di Papua menjadi sangat kapitalis,  mau masuk sekolah harus ada banyak  uang. Oleh karena itu tidak terciptanya yang namanya pemerdekaan insani Papua.

Pendidikan dasar di papua belum terjadi pemerdekaan insani papua karena banyak yang butah huruf, pendidikan di papua menjadi pendidikan kapitalis, kurangnya fasilitas sekolah, mau masuk sekolah saja harus ada uang, belum terselenggarakan yang namanya pendidikan berbasis local. Banyak tingkat pengganguran, banyak usia sekolah yang putus sekolah. Jangan heran kalau ada mahasiswa  yang tidak bisa berbahasa Indonesia yang baik.

Pendidikan dasar di Papua sangat memprihatikan karena semuanya dikendalikan oleh pemrintah pusat. Padahal orang Papua inginkan pendidikan dasar harus di tegakan secara adil berdasarkan  keadaan atau kondisi yang terjadi. Melengkapi Fasilitas sekolah dasar. Mendidik siswa dengan setia. Menerima apa yang menjadi hak orang papua. Mendapatkan pendidikan yang layak dan bisa tercapai yang namanya pemerdekaan Insani Papua.

Bagaimana terjadi  pemerdekaan insani papua kalau kondisi sekarang di Papua demikian. Pemerintah daerah harus sadar akan pendidikan dasar di tanah Papua, pemerintah dan masyarakat papua harus bekerjasama dalam memajukan pendidikan dasar di Papua, Sang Nabi tanpa jasa (guru) harus menjamin kesejateraannya dengan mempertimbangkan potensi  yang di milikinya. Gereja juga harus campur tangan untuk mengatasi  masalah pendidikan dasar  di tanah Papua. Harus ada transparansi dana pendidikan (dana BOS) yang di berikan kepada setiap sekolah untuk menjamin pendidikan dasar. Orang papau juga harus sadar  akan pentingnya pendidikan.

Beberapa masalah di atas ini kalau di perhatikan dan di peraktekan di tanah papua maka terjadi pemerdekaan insani Papua. Orang papua bebas dalam menerima pendidikan  dasar, dan terjadilah yang namanya kebebasan suatu suku bangsa di dunia (khususnya Papua). Inilah salah satu kerinduan orang Papua. Mengapa karena salah satu jalan yang bisa membebaskan suatu rakyat dari berbagai masalah adalah pendidikan.

( Penulis: Alumnas SMA YPPK Adhi Luhur Nabire, Sekarang Mahasiswa APMD Jogjakarta)





Read more »

Selasa, 13 Desember 2011

Peran Gereja di Erah Globalisasi



Yogyakarta-  Stube-HEMAT mengadakan kegiatan dengan tema besar “ Gereja  di mana? Dan sedang apa? “  Di erah Globalisasi ini. Acara diikuti oleh mahasiswa yang sedang menganyam pendidikan di daerah Istimewa Yogyakarta yang  datang dari berbagai daerah diantaranya: Papua, Ambon, Sulawesi, Jawa, Kalimatan, Sumatera, dan mahasiswa asal Negara Timor Leste. Acara tersebut berlansung selama 3 hari, mulai dari hari Jumat  tanggal 9 - 11 Minggu.
Read more »

Senin, 12 Desember 2011

Pendidikan untuk Rakyat dan Problematika Imperialisme Pendidikan

Berikut ini merupakan hasil diskusi Tim Diskusi Iyoo/Ihoo (12/11). Naskah diskusi tentang Pendidikan untuk Rakyat dan Problematika Imperalisme Pendidikan adalah naskah yang ditulis oleh Asrul Nasution, S.Pd,. Sementara Diskusi itu sendiri berlangsung di Kantin Kampus Sanata Dharma Yogyakarta, Pukul 10.00-12.30.

Sebagai sebuah realitas yang tidak dapat ditawar, pendidikan memiliki peran yang teramat urgen bagi perkembangan pribadi manusia.

Keterbelakang Pendidikan Rakyat
Pendidik dan peserta didik merupakan komponen dalam dunia dan proses pendidikan formal. Seorang pendidik bertugas untuk mengarahkan dan mentransformasikan pengetahuan yang dimilkinya kepada peserta didiknya.
“Kenyataannya kebanyakan guru hanya terus mentransferkan apa yang dimilikinya kepada peserta didik ibaratnya botol kosong yang selalu dan siap untuk diisi oleh materi tanpa melihat kemampuan dna perkembangan yang sedang terjadi pada peserta didik,”tandas Mateus Auwe.
Problem yang juga masih terus membudaya dalam dunia pendidikan saat ini ialah bahwa kurangnya perhatian guru pada aspek afektif dan psikomotori siswa karena kebanyakan guru hanya melihat perkembangan siswa dari kognitif sehingga kemampuan siswa hanya dilihat dan diukur dari pencapaian assesment aspek skor dan nilai peserta didik.

“Guru harus melihat perkembangan siswa dari ketiga komponen tersebut yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dan juga perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas bahwa ketiga komponen itu sangatlah penting bukan hanya kempuan kognitif,” kata Selpianus Adi. 

Keterbelakangan pendidikan ini juga tak terlepas dari tersedianya berbagai macam sarana dan prasarana dari suatu sekolah tersebut. Ketersediaanya hal ini juga ikut membantu mensukseskan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Terutama di Papua ketersediannya sarana dan prasarana yang belum memadai juga menghambat pencapaian tujuan pendidikan tersebut. 

“Di Papua sarana dan prasarana juga ikut mempengaruhi perkembangan dari pendidikan tersebut. Prasarana yang terbagi atas fisik dan nonfisk juga perlu untuk diperhatiakn oleh pemerintah. Pemerintah seharusnya melaksanakan suatu program yang tepat sehingga bisa diterapkan di masyarakat pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,” kata Agustinus Dogomo.

Imperialisme Pendidikan

Istilah imperialisme merupakan istilah yang digunakan untuk melakukan penjajahan ataupun suatu usaha untuk melakukakan penyerangan baik dalam bentuk sosial, budaya, politik, militer, ataupun pendidian terhadap wialyah yang dianggap sebagai objek lawan. 
Di indonesia khususnya di Papua terdapat begitu banyak orang pintar yang sebenarnya ingin bersekolah dan ingin mengambangkan minatnya tetapi biaya yang dibutuhkan saat ini sangatlah mahal. Seolah biaya yang sangat mahal itu menutupi jalan manusia untuk mengambangkan kemampuanya. 
Pendidikan formal saat ini seolah-olah hanya milik orang yang berlatar belakang kaya saja. Besarnya biaya pendidikan mulai tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi sungguh mengagumkan inilah yang disebut sebagai salah satu contoh imperialisme pendidikan yang terjadi saat ini di negara kita.

Pendidikan untuk Rakyat

Ungkapan Paulo Freire mengenai pendidikan memanusiakan kembali manusia dari dehumanisasi struktural dan sistem sosial yang menindas hingga kini tidak akan pernah terlupakan. “Pendidikan itu sangat penting bagi manusia perubahan dapat dilakukan lewat pendidikan dan praktek nyata karena unsur yang ada di dalamnya saling terkait dan saling saling mempengeruhi,”kata Germanus Yerino Madai. 

Pendidikan harus mampu menjadi penyelamat mansuia dari ketertindasan, kemiskinan, kemeralatan dan marginalisasi.

Upaya untuk memanusiakan manusia merupakan segmen utama dari pendidikan. Dalam UU tentang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, pada pasal 5 dijelaskan, “bahwa setiap Warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Itu artinya setiap anak bangsa di negeri ini memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan tanpa melihat latar belakang kehidupanya. 

Sudah saatnya pemerintah dan orang-orang yang berkompoten di bidang ini melihat hal itu, memikirkan kembali pendidikan rakyat yang kian terpuruk. Potensi penduduk negaraini yang cukup besar merupakan sumber daya yang sangt peotensial untuk mensuplai orang-orang yang berkualitas. Ragam cara yagn dapat dilakukan untuk menyelamatkan anak rakyat ini dari kebodohan dan ketertindasan. 

Akhirnya perubahan dalam dunia pendidikan ini merupakan tanggung jawab dari setiap komponen dan bidang yang ada karena dunia pendidikan tidak terlepas dari bidang yang lain seperti ekonomi, politik, pemerintahan dan lain sebagainya.sumber: http://lembaga pendidikanpapua.blogspot.com. (O_C).

Read more »

Tim diskusi Iyoo/Ihoo: Pendidikan Murah dan Berkualitas, Impian Rakyat Papua

Pendidikan murah dan berkualitas merupakan harapan seluruh rakyat Indonesia dan khususnya Papua. Kita lihat pendidikan di Provinsi Papua lebih melihat pada fisik , tetapi tidak melihat dari sarana dan kemampuan yang dimiliki oleh anak-anak sekolah. Mempertegas alasan tersebut, mencoba menjelaskan tentang, Peneliti dari Australia pernah mengatakan bahwa, orang Papua tidak lebih pada teori tetapi pada skill dan langsung membutuhkan praktek, ungkap Mateus Auwe sebagai kakak senior.

Memang orang Papua membutuhkan peraktek langsung seperti pendidikann pada zaman Pemerintahan Belanda di Papua, dan di pertegas oleh Dorce Pekei bahwa belajar teori itu yang penting-penting saja lalu langsung pada peraktek saja. Pendidikan murah hak rakyat Indonesia memang benar tetapi realitas tidak sesuai sebenarunya yang sudah di konsep.

Sebenarnya masalah pendidikan sudah di atur dalam Undang-Undang Dasar 45 dan Undang-Undang No. 20 tahun 3003 sudah diatur bahwa 20 % dari APBD dan APBN dialokasikan dana pendidikan. Hai ini menjadi suatu konsep dan belum pernah mengimplementasikan secara 100%. Lalu Andreas Pigai juga mencoba membandingan bahwa biaya pendidikan di Indonesia di anggarkan 20% sedangkan di Luar negeri 40%. Konteks Indonesia dana pendidikan yang sudah di realisaikan 14% sedangkan 6 persen tidak tahu hilang kemana.

Secara konsep sudah atur bahwa semua orang bebas untuk menerima pedidikan maka jangan mahal. Kalau melihat konteks Papua diberikan Otsus, APBN dan APBA harus memerhatikan atau mempersiapkan fasilitas sekolah yang memadai. Pendidikan di papua harus mempelajari teori-teori dan bisa peraktekan atau harus ada penerapan setelah selesai kuliah, pungkas Selpianus Adii.

Pendidikan murah dan berkuatalitas ini lebih melihat pada bantuan pemerintah, di sini yang dipersoalkan adalah biaya sekolah swasta dan sekolah Negeri. Perbedaan Sekolah Swasta dan Sekolah Negeri yaitu, sekolah Swasta itu mahal karena tidak dibantu oleh pemerintah, sedangkan Sekolah negeri tidak mahal karena ada bantuan dari Pemerintah Dana APBN dan APBD. Oleh karena itu, sekolah Swasta libih lebih fokus kepada siswa meminta uang SPP, Uang Pembangunan, sedangkan negeri lebih murah karena di bantu oleh pemerintah. ungkap Mateus Auwe sebagai kakak senior.

Sekolah Negeri Papua beda dengan sekolah Negeri luar. Mengapa? karena konteks Papua Sekolah Swasta dan sekolah Negeri biayanya sama. Intinya Sekolah Swasta dan Sekolah Negeri di papua biayanya tidak jauh beda atau sama ungkap Yeri Dogomo. Lanjutnya, bahwa harus ada fungsi kontol dalam mengalokasikan dana dari atasan kepada bawahaan agar dana pendidikan di Papua tersalur dengan baik.

Kita tidak boleh saling menyelahkan satu sama lain tetapi artinya jangan salahkan pemerintah dan kita juga tidak bisa salahkan masayarakat, tetapi harus bekerja sama untuk meningkatkan pendidikan di papua. Lanjutnya bahwa, kita harus meningkatkan fasilitas, atau tenaga penganjar pada sekolah yang lama sudah dibangun atau ada. Karena konteks papua yang ada mereka menganti-ganti membangun sekolah yang ada bukan membagun kembali lagi. Hal ini merugikan uang dana pendidikan saja, kata yerino madai.


Kesimpulan, pendidikan murah adalah harapan rakyat Indonesia dan khusus Papua, disamping itu harus kita memeratihkan kesejahteraan guru (pahlawan tanpa jasa), agar mereka harus memilihki tanggungjawab sebagai pengajar dan mengikat pada aturan-aturan mengikat dan tegas, hal ini dilihat dari sisi ekonomi, sedangkan di lihat dari pisikologis, ketika mereka yang dipersiapkan menjadi pengajar ini harus benar-benar menyadarkan akan sumber daya manusia (SDM) Papua memberikan pendidikan yang berkulitas, dari sisi lingkungan hiduppun di perhatikan untuk perkembangan siswa, dan bekerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkan pendidikan menuju pendidikan berkualitas, dan memunyai biaya yang murah. Sumber:http://pendidikanpapua.blogspot.com. (Agus Dogomo)

Merupakan hasil diskusi dari topik; Pendidikan murah dan berkualitas hak rakyat Indonesia
sabtu, 11/12/2010
Read more »

Mahasiswa Papua Dituntut untuk Memahami Arti Pendidikan yang Sesungguhnya


“Saya melihat di televisi orang tidak memiliki ijazah ada yang sukses menjadi pengusaha besi bekas”, (Kompas, 24 Mei 06)/ Kalimat ini diucapkan oleh Hilmy. Hilmy adalah seorang gadis remaja  kelas tiga sekolah alternatif SMP Qaryah Thayyibah di lereng Gunung Merbabu. Waktu itu, teman-teman sebaya di sekolah formal sibuk mempersiapkan diri ikut Ujian Nasional (UN) dan panik ketika akan mendengar hasil kelulusan UN.
Read more »

Peran Mahasiswa Papua Bisa Meminimalisir Masalah-Masalah Papua




Mahasiswa adalah masyarakat berintelektual atau agen perubah atas realitas social yang sedang terjadi, selain itu juga mahasiswa adalah “tulang punggung” masyarakat, dan bisa dikatakan sebagai tonggak sejarah. Oleh sebab itu, mahasiswa   Indonesia pada umumnya dan khususnya di tanah terluka Papua, pulau paling timur dari Negara Kesatuan Indonesia [ NKRI] ini harus bisa meminimalisir masalah-masalah yang sedang terjadi di Indonesia dan Khususnya Papua.
Read more »

Mahasiswa Papua Mendapatkan Pendidikan Untuk Menjawab Masalah


Anak merupakan isvestasi masa depan sebuah  bangsa. Mengapa karena mereka kelak akan mengisi ruang-ruang dialektika berbangsa dan bernegara. Selain itu anak-anak adalah tunas atau bibit-bibit negara yang harus diperhatikan. dan juga anak  menjadi tulang punggung masyarakat dan  bangsa di suatu negara.
Read more »

Pendidikan dan “Guru” Ujung Tombak Pemerdekaan Insani Papau


Hasil diskusi Iyoo/ Ihoo, 27 Agustus 2011, di Kontrakan Dogiyai, Jogja.

Pendidikan dan “Guru” adalah ujung tombak pemerdekaan insani Papua. Insani dalam tulisan ini dimaknai sebagai manusia. Oleh karena itu, pendidikan di Papua harus berjalan sesuai tujuan pendidikan yaitu, memanusiakan menusia lain, atau membebaskan masyarakat dari kebodohan, ketertinggalan, dan keterbelakangan. Lalu Guru harus yang berparan penting dalam memerdekakan insani Papua. Perlu di pahami bahwa “guru” dalam tulisan ini bermakna luas. Tidak guru sebagai pendidik, tetapi orang yang berperan penting membangun Indonesia pada umumnya dan Khusus Papua.
Read more »

Jumat, 09 Desember 2011

The Power of Love

Add caption
Love...
Sejak dalam hati ketika nadi berdesir
Irama bergema ketika keajaiban terbuka
Dan semua mata hati tertuju ketika...
Bisikan manis dari desah nafas "Love"


Mengalir di tiap-tiap insan yang hidup
tersirat di otak dari nol hingga ujung waktu
Akan tampak abadi ketika bersatu dengan" Genuine Love"

Read more »