“Saya melihat di televisi orang tidak memiliki ijazah ada yang sukses menjadi pengusaha besi bekas”, (Kompas, 24 Mei 06)/ Kalimat ini diucapkan oleh Hilmy. Hilmy adalah seorang gadis remaja kelas tiga sekolah alternatif SMP Qaryah Thayyibah di lereng Gunung Merbabu. Waktu itu, teman-teman sebaya di sekolah formal sibuk mempersiapkan diri ikut Ujian Nasional (UN) dan panik ketika akan mendengar hasil kelulusan UN.
Seorang Gadis SMP saja bisa berpikir orang tanpa ijasah saja bisa sukses walaupun boleh dikata mereka di pulau Jawa hidupnya keras, karena lahan yang mereka miliki pun sempit untuk bisa membuka usaha tetapi seorang siswa ini dia sudah berpikir jauh dan memahami tentang pendidikan. Hal ini akan menjadi bahan pertimbangan buat kita mahasiswa Papua yang sedang menganyam pendidikan di tanah Jawa ini.
Pendidikan merupakan hal vital yang dapat kita membantuk suatu dedikasi untuk memperhitungkan ouputnya. Agar ita bisa memahami bahwa pendidikan menjadi sarana bukan menjadi tujuan. Ijasah merupakan suatu pencapaian hasil dari suatu jenjang pendidikan. Jadi jangan kita membeli sekolah tetapi sesuatu yang dapat kita terima setelah kita sekolah. Intinya adalah pendidikan bukan Ijasah, Kata Mery Bame. Lalu ia pun mencoba memberikan solusi bahwa, kalau kita mau agar hal itu dapat berjalan dengan baik maka kita harus keluar dari rutinitas sekolah, mencapai tujuan, keluar dari budaya atau kebiasaan 1. Takut 2. Kita tidak mau 3. Untuk keluar penuh dukungan, Pungkas Mery seorang Mahasiswi Sanata Dharma Yogyakarta.
Oleh sebab itu, Pendidikan yang kita terima dibangku kuliah itu dapat memahami dan harapannya dimemperaktekan dilapangan walaupun orang tua kita utamakan adalah bagaimana kita mendapatkan ijasah dan pulang bisa bekerja [ hal itu tidak dipungkiri bahwa itu telah menjadi budaya orang tua kita kita]. Dengan hal itu kadang mahasiswa menjadi santai karena setelah lulus tunggu tes PNS [Pegawai Negeri Sipil], secara otomatis akan menjadi pekerja Negara Indonesia, sebelum masuk kedunia kerja bisa membuka usaha agar pengganguran. Sebaik Mereka mebuka usaha Ungkap Yosina mahasiswa yang sedang menempu pendidikan bagian ekonomi.
Membuka usaha diPapua cocok karena memunyai kekayaan alam yang berlimpah,oleh sebab itu, harapan saya kita bisa mengunakan kemampuan kita yang ada selama kita kuliah untuk megimplementasikan jagan sebatas teori saja, tetapi diimbangi dengan praktek dilapangan. Hal itu yang kadang kurang di Tanah Papua. Yosina
Kita bisa menerapkan teori yang kita terima selama ini dibangku study tetapi Kehidupan masayarakat Papua dan kehidupan masyarakat Jawa tidak sama, disini mereka walaupun tanah tidak luas pun mereka bisa berwirah usaha karena kehidupan mereka telah terhimpit dalam kehidupan yang keras. Dengan kehidupan yang keras akan menciptakan kehidupan ekonomi yang baik dan berwirausaha. Tetapi kalau kita melihat ditanah papua dengan melakukan kebiasaan kita yaitu mengambil semuanya dari bahan alami itu berarti kita telah menyiasati hidup dan bisa dikaitkan itu pendidikan, pungkas Oce mahasiswa Sanata Dharma.
Memang ada yang mengatakan pendidikan ditanah Papua telah gagal atau orang tua masing-masing yang telah gagal mendidikan anak-anaknya. Mengapa demikian? Karena banyak anak-anak yang datang ke Yogyakarta untuk mengayam pendidikan tetapi sampai disini mereka mengonsumsi miras mengunakan uang yang diberikan oleh orang tua berarti mereka merugikan biaya orang tuanya. Hal itu terjadi juga mereka belum memahami pendidikan itu terlebih dahulu dan yang jelas mereka mengharapkan ijasah dan pulang dapat menunggu PNS dan masuk PNS lalu bekerja.kata Yeri Dogomo Mahasiswa APMD.
Lanjutnya Guru-guru [paklaawan tanpa jasa] mengalikan profesinya ke menjadi wakil rakyat [DPR], hal itu sudah, sedang, dan akan. terjadi tanah Papua. Dengan masuknya otonomi daerah dan Pemekaran juga tidak menutup kemungkinan hal itu akan terjadi. Intinya bahwa mereka belum memahami pendidikan itu dengan baik. Walaupun alasan mereka secara skrim yaitu kesejatheraan belum diperhatikan.
Kesimpulan dari kami sebagai mahasiswa papua penerus generasi Papua harus memahami pendidikan, lalu menyikapi seluruh masalah yang sedang terjadi tanah papua di berbagai aspek agar kelak kita bisa menyiasati kehidupan sebagai bangsa papua yang memunyai harga diri dihadapan orang lain. Harapan kita sekolah bukan untuk menjadi pekerja Indonesia tetapi bisa membebaskan masyarakat Papua dari pelbagai masalah yang terjadi tanah luka Papua.Diskusi Iyoo/ihoo, 12 Maret 2011. [Agus Dogomo]
0 komentar:
Posting Komentar