Pendidikan murah dan berkualitas merupakan harapan seluruh rakyat Indonesia dan khususnya Papua. Kita lihat pendidikan di Provinsi Papua lebih melihat pada fisik , tetapi tidak melihat dari sarana dan kemampuan yang dimiliki oleh anak-anak sekolah. Mempertegas alasan tersebut, mencoba menjelaskan tentang, Peneliti dari Australia pernah mengatakan bahwa, orang Papua tidak lebih pada teori tetapi pada skill dan langsung membutuhkan praktek, ungkap Mateus Auwe sebagai kakak senior.
Memang orang Papua membutuhkan peraktek langsung seperti pendidikann pada zaman Pemerintahan Belanda di Papua, dan di pertegas oleh Dorce Pekei bahwa belajar teori itu yang penting-penting saja lalu langsung pada peraktek saja. Pendidikan murah hak rakyat Indonesia memang benar tetapi realitas tidak sesuai sebenarunya yang sudah di konsep.
Sebenarnya masalah pendidikan sudah di atur dalam Undang-Undang Dasar 45 dan Undang-Undang No. 20 tahun 3003 sudah diatur bahwa 20 % dari APBD dan APBN dialokasikan dana pendidikan. Hai ini menjadi suatu konsep dan belum pernah mengimplementasikan secara 100%. Lalu Andreas Pigai juga mencoba membandingan bahwa biaya pendidikan di Indonesia di anggarkan 20% sedangkan di Luar negeri 40%. Konteks Indonesia dana pendidikan yang sudah di realisaikan 14% sedangkan 6 persen tidak tahu hilang kemana.
Secara konsep sudah atur bahwa semua orang bebas untuk menerima pedidikan maka jangan mahal. Kalau melihat konteks Papua diberikan Otsus, APBN dan APBA harus memerhatikan atau mempersiapkan fasilitas sekolah yang memadai. Pendidikan di papua harus mempelajari teori-teori dan bisa peraktekan atau harus ada penerapan setelah selesai kuliah, pungkas Selpianus Adii.
Pendidikan murah dan berkuatalitas ini lebih melihat pada bantuan pemerintah, di sini yang dipersoalkan adalah biaya sekolah swasta dan sekolah Negeri. Perbedaan Sekolah Swasta dan Sekolah Negeri yaitu, sekolah Swasta itu mahal karena tidak dibantu oleh pemerintah, sedangkan Sekolah negeri tidak mahal karena ada bantuan dari Pemerintah Dana APBN dan APBD. Oleh karena itu, sekolah Swasta libih lebih fokus kepada siswa meminta uang SPP, Uang Pembangunan, sedangkan negeri lebih murah karena di bantu oleh pemerintah. ungkap Mateus Auwe sebagai kakak senior.
Sekolah Negeri Papua beda dengan sekolah Negeri luar. Mengapa? karena konteks Papua Sekolah Swasta dan sekolah Negeri biayanya sama. Intinya Sekolah Swasta dan Sekolah Negeri di papua biayanya tidak jauh beda atau sama ungkap Yeri Dogomo. Lanjutnya, bahwa harus ada fungsi kontol dalam mengalokasikan dana dari atasan kepada bawahaan agar dana pendidikan di Papua tersalur dengan baik.
Kita tidak boleh saling menyelahkan satu sama lain tetapi artinya jangan salahkan pemerintah dan kita juga tidak bisa salahkan masayarakat, tetapi harus bekerja sama untuk meningkatkan pendidikan di papua. Lanjutnya bahwa, kita harus meningkatkan fasilitas, atau tenaga penganjar pada sekolah yang lama sudah dibangun atau ada. Karena konteks papua yang ada mereka menganti-ganti membangun sekolah yang ada bukan membagun kembali lagi. Hal ini merugikan uang dana pendidikan saja, kata yerino madai.
Kesimpulan, pendidikan murah adalah harapan rakyat Indonesia dan khusus Papua, disamping itu harus kita memeratihkan kesejahteraan guru (pahlawan tanpa jasa), agar mereka harus memilihki tanggungjawab sebagai pengajar dan mengikat pada aturan-aturan mengikat dan tegas, hal ini dilihat dari sisi ekonomi, sedangkan di lihat dari pisikologis, ketika mereka yang dipersiapkan menjadi pengajar ini harus benar-benar menyadarkan akan sumber daya manusia (SDM) Papua memberikan pendidikan yang berkulitas, dari sisi lingkungan hiduppun di perhatikan untuk perkembangan siswa, dan bekerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkan pendidikan menuju pendidikan berkualitas, dan memunyai biaya yang murah. Sumber:http://pendidikanpapua.blogspot.com. (Agus Dogomo)
Merupakan hasil diskusi dari topik; Pendidikan murah dan berkualitas hak rakyat Indonesia
sabtu, 11/12/2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar