Dahulu kala ada seorang lelaki tua hidup sendirian di suatu wilayah yang penduduknya sangat jarang. Pada suatu hari lelaki tua mendengarkan kicauan burung Wiguwi yang
menyampaikan pesan bahwa “woo
yuwe woo tapa wiiyato”
yang artinya pesta adat suku mee yang disebut dengan Yuwo akan dilaksanan dua hari kedepan. Sebelum barangkat untuk menyaksikan pesta Yuwo, lelaki tua itu
menyiapkan perlengkapan berupa busur dan anak panah.
Lelaki tua itu berangkat sehari sebelum pesta adat dilaksanakan. Setelah melakukan perjalanan yang panjang, tibalah lelaki tua itu pada tempat dilaksanakan Yuwo. Lelaki tua tersebut langsung menuju ke tempat berdansa yang benama Emaida (Bahasa Mee- Papua).
Setelah beberapa jam berlalu, datanglah seorang gadis “megetuatai
yagamo“ yang artinya gadis yang suka memilih-milih laki-laki. Ketika
mereka mulai berdansa pandangan mata gadis itu, selalu
tertujuh pada lelaki tua tersebut.
Gadis itu pun tertarik dan jatuh cinta lelaki tua itu, karena
di mata gadis itu kakek tua itu terlihat sebagai lelaki yang sangat tampan di antara ratusan laki-laki yang sedang berdansa bersama di rumah
dansa (Emaa).
Keesokan
harinya pesta yuwoo
mulai, lelaki tua itu membeli daging babi yang sedang dijual, lalu memberikan
kepada gadis itu untuk disimpan pada Noken (tas asli suku Mee) yang dibawa gadis tersebut. Setalah itu lelaki tua itu mengajak gadis tersebut untuk pulang ke rumah milik lelaki tua itu, namun di pertengahan jalan lelaki
tua itu mengatakan bahwa “ Saya mau
cari sayur paku untuk kita barapen babi itu.
Kamu pergi ikuti jalan ini ke rumah yang ada di ujung sana itu
karena itu rumah saya, jangan takut langsung masuk saja".
Gadis
itu pun pergi dan berjalan sesuai yang diperintahakan oleh lelaki tua tersebut. Setibanya di rumah yang berada di tengah hutan, ia langsung masuk ke dalam rumah tersebut. Gadis itu, melihat kesebelah ada seorang leleki tua
yang umurnya diperkirakan 100-an tahun, sedang duduk asyik dan
mengisap rokok dengan mengeluarkan segumpul asap dari mulutnya.
Sejak
awal gadis tersebut masuk ke rumah, pandangannya selalu dialihkan ke arah pintu. Ia
menanti kedatangan sang kekasihnya yang tadi berjanji pergi untuk mecari sayur paku. Suara Jangkrik pun berbunyi, menandakan hari mulai malam. Lelaki tua yang diperkirakan 100-an tahun itu pun menutup pintu rumah tersebut.
Lalu
gadis itu bertanya pada lelaki tua itu "Anakmu
belum datang?". Jawab lelaki
tua itu, ‘’Tunggu siapa lagi, mari
daging babi yang tadi saya beli itu supaya kita barapen’’.
Gadis
itu kaget dan berlari pergi meninggalkan lelaki tua itu, tetapi tiba-tiba
jalannya tertutup dengan tembok batu. Oleh karena itu, gadis itu terjebak dan tak
bisa jalan kemana-mana. Tembok itu tidak juga terbuka selama satu
minggu, air mata pun banjir membasahi pipi gadis itu tiada
hentinya.
Akhirnya
gadis itu merasa lelah menunggu tembok itu terbuka maka ia
menanyakan pada lelaki tua, katanya “ Apa
nama tembok yang menutupi jalan itu?
” jawab lelaki tua itu, " kouko
imoumi mogo imotou mogo kodoko amadi". artiya "Itu tembok kehidupan dan
keselamatan".. Lalu gadis terdiam dan
merenung setelah beberapa menit gadis itu menyanyikan sebuah
nyanyian tradisional [Gowai: Bahasa
Mee]:
Edoupeu…
egaipeu
adama kiima…
umeetai
kouko odooo danino beh daniino…
kouwaiko
imoumi mogo
imotou
mogo wouto kouya…
woopi
naatita…
amopi
naatita…
Yang
artinya
Ku
tak mau hidup dengan lelaki tua ini
Ku
tak mau hidup dengan lelaki tua yang jelek ini
Andaikan
seseorang membawa aku kesebelah
Tembok
kehidupan dan keselamatan ini
Ku
tak mau kembali lagi
Setalah
mendengarkan nyanyaian gowai tersebut dari gadis itu dan Lelaki Tua
itu pun membalas dengan sebuah nyanyian gawai:
apiii………..-apiii………….
uwoh
manaa meime kati…………..
piyaa
manaa meime kati……………
keiwaiko
imoumi mogo
imotou
mogo watiya kigaa…………
inai
mitouya woo abonaii kidiki…….
Yang
artinya:
sayang……….-sayang…………
Jika
engkau pergi dariku
Ku
suruh siapa untuk timbah air
Dan
ku suruh siapa untuk cari kayu bakar
Tinggallah
bersamaku untuk selamanya…
Setelah
itu gadis itu masuk kembali ke dalam rumah lelaki tua itu. Gadis itu terpaksa memilih tinggal bersama lelaki tua itu selamanya, karena tidak bisa pergi kemana-mana lagi , akhirnya mereka berdua menikah dan memulai hidup baru
sebagai sepasang suami istri.
Cerita dongeng ini berpesan kepada kita semua khususnya pada kaum mudah bahwa, jika kita tertarik pada seseorang jangan dilihat dari harta dan wajah (tampang luar) saja, karena
tampang luar tidak menjamin hidup kita akan bahagia justru dapat menipu dan hidup kita akan kacau,
menderita, dan menyesal seperti dongeng diatas ini, tetapi jika kau mencintai seseorang lihatlah ketulusan hatinya untuk mencintai dengan tulus maka hidup kita akan dipenuhi dengan kebahagiaan. [Mikael
Tekege]
Yogyakarta,
6 Oktober 2012.