Oleh: Abraham Goo
“Bersatu kita menang, bercerai
kita kalah” ungkapan ini tidak lazim lagi buat kita semua. Persatuan merupakan
satu hal utama dalam menaklukan sesuatu. Persatuann yang dimaksud adalah
pikiran dan hati setiap individu. Dalam menjaling persatuan dan kesatuan
membutuhkan pengertian dan saling
melengkapi, karena manusia pada hakekatnya, mahkluk sosial.
Sebagai contohnya, dalam suatu
pertandingan sepak bola yang dimainkan oleh sepuluh pemain termasuk satu
penjaga gawang, kerja sama tim dalam permaninan yang saling pengertian menjadi
suatu kesatuan dalam mencapai kemenangan.
Setiap sektor dan lini masing-masing posisi memiliki peranan
masing-masing (mulai dari kiper hingga striker) yang saling bekerjasama dalam
usaha untuk mencapai kemenangan dengan mudah. Jika kesatuan dan persatuan orang
Papua seperti dalam suatu pertandingan sepak bola itu, maka pastilah dapat
mencapai hasil secara cepat dan sesuai target.
Sebiah perjuangan pasti
tantangan ibarat “ada terang maka ada
juga gelap”. Terang itu siang dan yang gelap itu malam. Jika ada usaha untuk
mencapai kemenangan dalam perjuangan pasti ada lawan yang menghalangi
pencapaian perjuangan itu. Kebenaran identik dengan kemenangan, dengan
persatuan dan kesataun maka kemenangan dapat dicapai.
Melihat konteks Papua, banyak terjadi masalah di semua lini kehidupan
orang Papua. Kami akan ditutuntut pada akhir hidup dalam menjaga alam yang
diberikan Tuhan kepada kami “Dimanakah tanggungjawabmu dalam menjaga atas semua
yang telah kiberikan itu” Alam dan nenek
moyang-Mu menangis melihat perkataan dan perbuatan dengan menjadi kaki tangan
kapitalisme dan penjajah yang sedang merusak.
Seperi yang ditulis (Patrick
Yakobus , dalam majalah selangkah Senin, 19 November 2012 pukul 15:52:23).
Baca;
http://majalahselangkah.com/hikmah-devide-et-impera-belanda-dan-kemerdekaan-ri/
Bahwa ada unsur-unsur yang dijadikan teknik dalam politik ini. Pertama, menciptakan
atau mendorong perpecahan dalam masyarakat untuk mencegah aliansi yang bisa
menentang kekuasaan berdaulat. Kedua, membantu dan mempromosikan mereka yang
bersedia untuk bekerjasama dengan kekuasaan yang berdaulat. Ketiga, mendorong
ketidakpercayaan dan permusuhan antar masyarakat. Keempat, sistem represif dan
pengkrimminalisasian gerakan.Kelima, penguasaan media massa.
Benarkah demikian?
Socratez Sofyan Yoman, tokoh
Gereja Baptis Papua yang dikenal vokal memperjuangkan kemerdekaan bumi
Cendrawasih ini cukup sering tampil di media masa baik di dalam maupun di luar
negeri. Dalam musyawarah Pelajar dan Mahasiswa Puncak di Aula Museum
Wena-Jayapura, Mengatakan bahwa pemekaran merupakan jalan masuk transmigrasi
dan militer secara leluasan ke Papua dalam upaya mempersempit pergerakan dan
memecah belah persatuan dan kesatuan antar orang Papua.
Peta peran dan kepentingan serta
pelaku internasional dalam konflik di Papua cukup dinamis. Di kalangan pelaku
Negara dukungan Internasional terhadap gerakan Papua merdeka hampir tidak ada.
Papua secara formal masih diakui sebagai bagian sah dari Republik Indonesia.
Keprihatinan utama kalangan Internasional sekarang terletak pada rendahnya
kesungguhan Pemerintah Pusat untuk menjalankan UU Otsus secara konsisten dan untuk
memperbaiki kualitas penegakan HAM di Papua (Lukas Peyon, “Ada Rencana Lain di
Bawah Meja. Dalam Suara Perempuan Papua, No 38 Tahun III, 14-20 Mei 2007”),
Persoalan di Tanah Papua tidak akan pernah dipersoalkan, karena:
Papua merupakan Pintu Gerbang Emas
Papua yang memiliki luas:
160.000 mil² sering di kenal dengan Negeri cenderawasi, jin dan bunga anggrek.
Telah menjadi kesepakatan para sejarahwan bahwa Papua di pandang sebagai suatu
kelangsungan dari Benua Australia yang
letaknya di zona tropika atas dasar topografi alam, tumbuh-tumbuhan dan
hewannya (http://misteridigital.wordpress.com/2007/06/30/misteri-pulau-berusia-jutaan-tahun/).
Negeri Papua sangat terkenal akan kekayaan alamnya dari emas, emas cair, minyak
tanah, nikel hingga kulit pohon maserei dan lain-lain. Kekayaan alam ini
mengundang penancapan peradaban
kapitalisme besar-besaran oleh para pendatang asing di Papua .
Penancapan peradaban kapitalisme ini menjadi sumber konflik di tanah Papua.
Baca:
http://chirpstory.com/li/6297 “Jika 480 triliun itu dibagi ke 2.8 juta penduduk
papua. Rata-rata per orang punya
kekayaaan = Rp. 171 juta per orang, termasuk bayi yg baru lahir”. Kekayaan
tersebut akan dikuasai oleh Bangsa lain (termasuk integral orang Papua yang
menjadi kaki tangan kapitalisme dan penjajah atas tanah Papua) yang
memperlakukan penduduk pribumi menderita di atas wilayah mereka. Tetapi Tuhan
akan menghukum mereka dengan berbagai bencana sehingga mereka akan mengeluarkan
biaya mereka untuk membiayai bencana tersebut sehingga anggaran mereka akan
habis. Maka,
Harus sadar, bersatu dan lawan.
Pertama-tama harus duduk dan
merenungkan sebentar dan sadar bahwa saya adalah orang Papua “kaum yang di
tindas”. Seperti pada saat anda memikirkan bagaimana cara menaklukkan wanita
yang anda Cintai. Cinta tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata karena cinta
itu berasal dari dalam lubuk hati yang paling dalam “membutuhkan pengertian
dalam tindakan nyata”, maka seperti itulah kesadaranMu akan rasa memiliki bahwa
aku Papua, hitam kulit, keriting rambut dan mereka “Melanesia” adalah saudara
ku. Kami adalah satu = sama-sama Papua.
Terus bersatu dan lawan. Seperti
halnya dalam permainan sepak bola bersatu dalam satu tim (memiliki peranan
masing-masing) dalam menaklukan lawan. Merupakan suatu contoh yang pas bila
orang Papua dalam pertanggungjawaban sebagai ciptaan Tuhan yang menjaga dan
melestarikan alamnya yang dirusak, dalam menggepur dan mendobrak kaum kapitalisme
dan penjajah.
Penulis Mahasiswa Sekolah Tinggi Tenik Adisujibto Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar